Manadoradarsulut.com–Mungkin publik Sulawesi Utara (Sulut) khususnya Kota Manado sudah lupa dengan kasus ini. Padahal hasil rangkuman media kasus ini masih bergulir di aparat penegak hukum. Bahkan, kasus yang berujung panjang ini semakin menarik dan telah memasuki babak baru.
Kasus ini bermula 23 April 2024 silam dan sempat viral di media sosial. Dimana dalam pemberitaan di berbagai Media Massa, Seorang perempuan Bernama Facy alias FK dan Anaknya diberitakan menjadi korban penyekapan oleh suaminya Ivan alias IM dan mertuanya disebuah Kantor yang merupakan tempat kerja dari suaminya dimana tempat tersebut merupakan tempat kerja sehari-hari dari IM yang berlokasi di jalan Soputan Kelurahan Tuminting Lingkungan 1 Kecamatan Tuminting Kota Manado.
Bahkan kasus ini telah resmi dilaporkan ke Polresta Manado pada Selasa (23/04/2024) yang lalu oleh FK.
Dimana menurut pengakuan FK, suaminya IM dan mertuanya telah melakukan penyekapan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang telah dialaminya selama kurang lebih 1 tahun 4 bulan.
Namun terungkap, yang dilaporkan ke pihak Polresta manado bukan laporan penyekapan tetapi laporan KDRT (kekerasan psikis). Hal ini pun membuat Ivan (IM) melalui kuasa hukumnya Irfan Pakaya, SH,MH angkat bicara.
“Selama ini kami diam karena menghargai proses hukum. Tapi kali ini kami harus bicara apa yang sebenarnya terjadi. Menurut kami, kalaupun FK merasa disekap harusnya membuat laporan terkait penyekapan tapi kenyataannya yang dilaporkan adalah berkaitan kekerasan psikis.” Ujar Irfan Pakaya,SH, MH, Jumat (11/09/2024).
Menurut Pakaya, terhadap tuduhan penyekapan yang viral tidak dapat dibuktikan kebenarannya dari FK sehingga pada tanggal 17 Agustus 2024 IM melaporkan FK yang sifatnya masih pengaduan dimana IM merasa Nama Baik dan keluarganya dicemarkan atas tuduhan penyekapan tersebut.
“Pada tanggal 20 September 2024 terhadap aduan dari IM telah ditingkatkan menjadi laporan Polisi (LP) kemudian pada tanggal 4 Oktober 2024 laporan polisi tersebut sudah naik ke tahap penyidikan sesuai dengan SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) yang juga diterima oleh FK (sebagai Terlapor)” terang Pakaya.
Pakaya melanjutkan, pada tanggal 7 Oktober 2024, IC surat SP2HP A-3 dari Penyidik/Penyidik Pembantu an. Brigpol Viky Hamadi, SH dimana dalam isi surat tersebut memberitahukan bahwa laporan polisi dari IM telah ditemukan bukti awal yang cukup dan perbuatan tindak pidana sehingga laporan polisi dari IM telah ditingkatkan dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan dengan pasal 27A UU No. 1/2024 ttg Perubahan kedua UU No. 11 Thn 2008 tentang tindak pidana pencemaran nama baik lewat media elektronik dan atau dokumen elektronik dan pasal 317 KUHP subsider pasal 311 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang pengaduan atau pemberitahuan palsu dan fitnah dan turut serta melakukan perbuatan tindak pidana” tegas Pakaya.
Dalam rumusan pasal 317 KUHP ini, Pakaya menjelaskan pada pokoknya itu menerangkan pencemaran yang bersifat memfitnah dengan pengaduan dimana akibat tindakan adanya dugaan pengaduan palsu yang dilakukan ayah kandung dari FK yang menghubungi Call Center 112 Pemkot Manado dengan menyampaikan Anaknya dan Cucunya disekap selama 3 (tiga) tahun sehingga Pemkot Manado meneruskan laporan tersebut kepada pihak polresta manado kemudian pihak polresta manado dalam hal ini Tim Rayon dan Resmob Polresta Manado langsung turun ke TKP berdasarkan laporan tersebut pada hari selasa 23 April 2024 sekitar pukul 17.00 Wita.
“Terhadap penyekapan yang viral di media telah menjadi konsumsi publik sehingga banyak netizen menyangka bahwa IM dan keluarganya telah melakukan penyekapan terhadap FK. Berkaitan dengan kekerasan psikis yang dilaporkan oleh FK ke Polresta Manado, Pelapor juga telah melaporkan ke UPTD PPA Kota Manado akan tetapi Klien Kami tidak pernah dimintai keterangan oleh pihak UPTD PPA Kota Manado” terangnya.
Seiring perjalanan, kata Irfan penyelidikan sudah dilakukan, dan pada tanggal 17 Juli 2024 itu sudah keluar SP3. Dimana SP3 itu didasari dari hasil Psikolog dari Polda Sulut. setelah keluar SP3, dari pihak UPTD PPA memberikan undangan kepada klien Kami untuk melakukan pemeriksaan Psikologi.
“Yang jadi pertanyaan kami, Ada apa? Ketika sudah keluar SP3, padahal penghentian penyelidikan tersebut didasari dari hasil pemeriksaan psikolog Polda Sulut yang menyatakan bahwa tidak ada gangguan psikis yang dialami oleh Pelapor. Setelah keluarnya SP3, Klien Kami mendapatkan informasi terdapat perbedaan hasil psikolog. Bahwa hasil psikolog dari UPTD PPA membuktikan bahwa yang bersangkutan mengalami gangguan psikis. Nah akhirnya dibuka lagi kasus ini. Dan sampai saat ini belum selesai. Karena alasannya ada perbedaan hasil psikolog dari Polda Sulut dan Pihak UPTD PPA” ucapnya.
Sebagai kuasa hukum dari IM, Irfan Pakaya pun meminta kepada media dan seluruh masyarakat untuk mengawal jalannya proses kasus ini jangan sampai terdapat intervensi atau tekanan terhadap penyidik/penyidik pembantu yang menangani kasus ini dari pihak-pihak tertentu agar supaya kebenaran dan keadilan bisa ditegakkan.
Dihari yang sama, Ivan (IM) saat diwawancarai Media Cahaya Siang mengungkapkan bahwa tuduhan kepadanya soal mengancam membunuh orang tuanya, IM menegaskan bahwa tuduhan itu tidak benar sama sekali. Malah Menurut Ivan, kalau misalnya ada selisih paham atau kemauan si penuduh tidak terpenuhi, itu dia ancam akan membawa lari anak.
“Dan itu sudah pernah dia lakukan yaitu membawa lari anak tanpa sepengetahuan dan seijin saya di bulan desember tahun 2022. Dia angkat semua barang punya dia termasuk koper. Dibawa semuanya termasuk anak saya, dijemput sama mamanya dan adik perempuannya di rumah di Taman Sari.” ungkapnya.
Ivan pun menambahkan, Pelapor ini sudah gugat cerai dirinya. Dan sudah resmi putus cerai. Tapi ia mempertanyakan dibeberapa minggu setelahnya di tanggal 19 September 2024 dia mengajak dirinya dan anak jalan-jalan ke Singapura untuk bertiga saja.
“Saya tanya, mau ngapain di sana kita bertiga? Katanya mau ke Universal Studio. Atau kalau tidak jadi ke Singapura karena ada badai typhoon, di Malaysia juga ada genting Skyworld. Saya bilang saya kasih kabar karena lagi kerja. Tambah lagi anak masih ada sekolah.” terang Ivan sambil memperlihatkan bukti percakapan di pesan WhatsApp.
Beberapa minggu kemudian ditanggal 02 Oktober 2024, lanjut Ivan, Pelapor juga mengajak ia dan anaknya bersama suster untuk pergi dan menginap di Bobocabin di Manado.
Diakhir wawancara, Ivan menanggapi terkait apa yang disebut pelapor saat di Polda Sulut tadi, terkait ia melarang pelapor bepergian dengan orang tuanya.
“saya tidak pernah melarang. Justru saya menawarkan sopir dan mobil untuk pergi ke orang tuanya. saya bilang kalau mau ke rumah orang tua, atau mau menginap silahkan, bebas saja. tapi dianya yang tidak mau. Jadi kok dia bisa setega itu menuduh ada penyekapan? Termasuk dituduh ada kekerasan psikis. Kenapa dia setega itu memfitnah keluarga kami? Apalagi ini sudah viral dan merugikan nama baik kami.” tutup Ivan. (fjr/*)