Oleh : Ramdan Buhang
Ironi sering kali menjadi bumbu terbaik dalam cerita politik. 27 November 2024, hari di mana rakyat Bolaang Mongondow Utara menorehkan sejarah, mungkin akan menjadi pengingat sempurna betapa politik tak pernah lepas dari kejutan. Dari sekian banyak nama besar yang berlaga, siapa sangka pasangan yang paling sering jadi bahan tertawaan, bahan cercaan, dan bahan perdebatan, justru keluar sebagai pemenang?
Ya, mereka adalah Dr. Sirajudin Lasena, SE, M.Ec.Dev, dan Mohammad Aditya Pontoh, SIP. Pasangan yang, menurut para pembenci, lebih pantas jadi berita gosip ketimbang berita utama.
Bagi banyak orang, pasangan ini adalah simbol kegetiran perjuangan. Sirajudin, seorang putra daerah yang justru dianggap “pengkhianat” sekaligus “Pendatang” oleh beberapa pihak. Serangan datang dari segala arah. Mulai dari isu politik dinasti yang diputar ulang layaknya sinetron tak berujung oleh salah satu media lokal di BMR, hingga cibiran personal yang nyaris melewati batas etika. Begitupun dengan Aditya, dikatai pemuda “bau kencur” yang entah bagaimana berhasil meyakinkan rakyat bahwa ia bisa lebih dari sekadar pendatang baru di panggung politik.
Tapi, keduanya memilih untuk mendekap semua tudingan itu dalam diam, melangkah dengan kepala tegak, dan menunjukkan bahwa niat baik tidak membutuhkan pembenaran yang berlebihan. mereka tahu, jawaban terbaik atas hujatan bukanlah adu mulut, melainkan hasil akhir yang tak bisa disangkal.
Saat kampanye berlangsung, Sirajudin dan Aditya tidak menjanjikan dunia dan isinya. Mereka tidak datang dengan gaya flamboyan atau retorika yang memabukkan. Yang mereka lakukan adalah hadir—di tengah rakyat, mendengar keluhan, dan menawarkan solusi yang sederhana tapi nyata.
Ketika hari pemilihan tiba, suara rakyat berbicara lebih lantang dari semua kritik dan ejekan. Nama Sirajudin dan Aditya menggaung lebih kencang daripada nama-nama besar seperti Hamdan Datunsolang, birokrat senior yang seharusnya menjadi “Harapan” Atau Dr. Asripan Nani, teknokrat kawakan dengan CV yang panjangnya seperti skripsi. Bahkan Suriansyah Korompot, SH politisi berpengalaman, yang sebelumnya banyak yang memprediksi sulit untuk ditandingi.
Kemenangan ini lebih dari sekadar angka. Ini adalah tamparan halus, atau mungkin cukup keras, bagi mereka yang terlalu sibuk menilai tanpa benar-benar mendengarkan. Bahwa di balik semua hujatan dan keraguan, ada keyakinan mengenai Sirajudin dan Aditya bisa membawa harapan baru.
Saat hasil real Count diumumkan, ada momen haru yang tak tergambarkan. Sirajudin, yang selama ini menahan segala tuduhan, menundukkan kepala, menahan air mata. Aditya, yang sering diremehkan karena usia mudanya, berdiri di hadapan Massa malam itu dengan mata berkaca-kaca, menyadari bahwa ini bukan hanya tentang kemenangan mereka, tetapi tentang mimpi seluruh masyarakat Bolmut.
Di dunia politik yang sering kali keras dan tak berperasaan, kisah mereka adalah pengingat bahwa ketulusan masih punya tempat. Bahwa meskipun jalan menuju kemenangan penuh duri, jika kita berpegang pada niat baik, harapan selalu punya cara untuk bersinar.
Dan, bagi mereka yang dulu mencibir dan meremehkan: lihatlah sekarang. Kandidat yang kalian hujat, kini berdiri di puncak. ini adalah bukti bahwa dalam politik—seperti dalam hidup—sering kali yang dianggap lemah justru yang paling kuat. ***